Ahmad Rizal dari Toyota mengatakan, diperkirakan sudah ada tiga pabrikan mobil listrik internasional yang berkeinginan untuk memasarkan mobil listrik di dalam negeri namun bisa dilakukan karena butuh kesiapan dari segi regulasi dan infrastruktur.
Belum siapnya sarana dan prasaranan yang disediakan pemerintah Indonesia untuk mobil listrik, membuat produsen automotif dunia lebih memilih negara lain di Asia Tenggara untuk lebih dulu memasarkan mobil listrik seperti yang dilakukan Mitsubishi Motors Corporation (MMC).
Perusahaan asal Jepang tersebut memasarkan i-MiEV dan i-MiEV Sport ke beberapa negara Asia seperti Singapura yang siap menerima kehadiran mobil listrik mereka tersebut.
"Saya pikir Singapura yang kemungkinan negara di Asia Tenggara yang paling cepat untuk kita pasarakan i-MiEV dan i-MiEV Sport," ujar Presiden Direktur PT Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) Fumio Kuwayama.
Untuk Indonesia, pihak prinsipal Mitsubishi di Jepang belum melihat adanya sarana dan prasarana yang menunjang dihadirkannya mobil bertenaga listrik. Misalnya saja soal stasiun pengisian bahan bakar.
“Kalau untuk pom bensin di sini sudah banyak tapi kalau untuk isi ulang baterai belum ada," katanya.
Namun, pihak KTB berkeinginan besar agar mobil-mobil listrik Mitsubishi dapat dipasarkan di Tanah Air. Karena itulah dia beserta timnya terus melobi pemerintah dan berusaha meyakinkan instansi terkait soal pengadaan sarana yang menunjang kehadiran mobil tersebut.
Menurut Rijal, Faktor yang harus disiapkan untuk pasar Indonesia bagi kehadiran mobil listrik adalah publikasi yang cukup, pengenalan produk bagi pengguna maupun teknisi, insentif dari pemerintah seperti pajak, stimulus perdagangan, serta infratsruktur penduku.
Salah satu perusahaan otomotif yang juga berkeinginan besar untuk menjajal pasar dalam negeri adalah Ford. Perusahaan itu masih ragu memasarkannya karena harga jual mobil listrik diperkirakan lebih mahal disbanding mobil biasa. Misalnya harga Chevrolet type bahan bakar listrik sudah muncul harganya sekitar 442 juta rupiah. Sedangkan Prius sendiri sudah beredar dengan harga 22.000 dollar AS atau sekitar 243 juta rupiah.
Selain regulasi dan kesiapan infrastruktur, pemasaran mobil listrik di dalam negeri juga terhambat pada teknologinya khususnya teknologi baterainya, terlebih pengembangan teknologi tersebut di Indonesia masih minim sehingga bila sudah diproduksi masal harganya bisa sangat tinggi.
Toyota Astra Motor sendiri masih belum mengetahui secara pasti waktu untuk memasarkan mobil listrik di dalam negeri, karena sampai saat ini mobil dengan teknologi listrik masih dalam batas konsep.
Pengamat otomotif Suhari Sargo menilai, konsep mobil listrik adalah teknologi masa depan.
"Teknologi menghemat konsumsi BBM. Perkembangannya ke arah situ, meskipun tidak segera menggantikan BBM," katanya.
Mengeliatnya pengembangan teknologi mobil listrik juga didorong semakin ketatnya kompetisi industri otomotif sehingga semua perusahan otomotif beramai ramai mengembangkan teknologi listrik untuk memproduksi mobilnya.
Mengenai prospek pasar di Indonesia, menurut Suhari sangat tergantung dari pemasarannya di negara maju yang saat ini sudah memasarkan mobil listrik.
Jika di negara maju bisa diterima, kata dia maka pemasaran mobil listrik di dalam negeri juga bisa berjalan baik.
Dia mencontohkan pabrikan Honda dan Toyota. Kedua pabrikan asal Jepang itu masih melakukan pengembangan tek-nologi mobil listriknya di Amerika Serikat, sehingga untuk pemasaran mobil listrik dari Honda dan Toyota akan sangat tergantung dari respon konsumen di Amerika Serikat.
Menurut Suhari, ada keunggulan dan kelemahan mobil listrik tersebut. Keunggulannya adalah teknologinya ramah lingkungan dan bisa menghemat BBM. Sedangkan kelemahannya adalah teknologinya masih terus dikembangkan dan harganya cukup mahal. Pengembangannya juga masih sebatas pada kendaraan berpenumpang. (gus).