Kualitas kerajinan tembaga dan kuningan Cepogo sudah mampu berbicara di tingkat internasional. Padahal, Cepogo hanyalah sebuah kawasan perkampungan yang jauh dari perkotaan di Kaki Gunung Merbabu dan Merapi.
Dengan sentuhan seni dan peralatan manual, ratusan perajin di Cepogo bertahan menggantungkan hidupnya dari industri kerajinan berbagai peralatan dan hiasan dari tembaga dan kuningan.
Agus Susilo salah satu perajin tembaga generasi kedua dari keluarga Supri Hariyanto, melalui Galeri Muda Tama, tetap mempertahankan kerajinan unik ini sejak tahun 1981 lalu.
Dari karyawannya yang berjumlah 35 orang, ia berhasil memproduksi pernak-pernik peralatan tembaga mulai dari tempat tisu seharga Rp 50.000 sampai kubah masjid seharga Rp 300 juta. Tak tanggung-tanggung omset miliaran rupiah bisa ia kantongi dalam setahun.
Agus menuturkan, bahan baku tembaga saat ini masih seluruhnya ia impor dari Italia dan Korea. Ia cukup bangga dengan proses nilai tambah yang bisa dilakukan di kampungnya.
Pasalnya, permintaan produk kerajinan tembaga sangat diminati di pasar ekspor seperti Jerman, AS, Australia, Swedia, Perancis, Jepang, dan Timur Tengah. Sebagai gambaran saja untuk meja tembaga, paling tidak ia bisa mengirim dua bulan sekali dengan nilai ekspor sekali kirim mencapai Rp 100 juta-Rp 300 juta.
"Produk-produk tembaga memang masuk katagori produk high end, kita kerja berdasarkan order saja," ucap Agus saat ditemui detikFinance beberapa waktu lalu di workshopnya.
Agus menambahkan, kian hari produknya makin berkembang hingga ribuan jenis produk. Sayangnya ia mengaku semua proses produksinya masih dilakukan secara manual termasuk sentuhan-sentuhan seni khusus dalam menempa tembaga atau kuningan.
"Untuk soal kreasi memang kita unggul, walaupun ada saja persaingan dari negara seperti India," katanya.
Dikatakannya, persaingan pasar ekspor untuk segmen kerajinan tembaga cukup ketat. Misalnya India yang memiliki bahan baku sendiri, punya daya saing harga lebih murah dibandingkan produk eks Cepogo yang semua bahan bakunya masih impor.
"Kalau produk India bisa murah sampai 30%, misalnya kalau di sini harganya Rp 1 Juta, di India bisa hanya Rp 600.000-Rp 700.000," katanya.
Meski begitu, ia mengaku tak gentar karena permintaan jenis produk kerajinan tembaga sangat spesifik dari para buyer. Selain itu, permintaan pasar dalam negeri pun masih menjanjikan seperti pasar pengguna hotel-hotel untuk keperluan hiasan tembaga dan lain-lain yang tersebar di Jakarta maupun Bali.
Sementara produk-produk seperti pernak-pernik hiasan rumah dan perkantoran, lampu, kaligrafi, pas bunga tembaga dan lain-lain masih menjadi produk yang cukup diminati.
Ia berharap ke depannya, Cepogo tetap bisa bertahan menjadi sentra kerajinan tembaga dan kuningan di Indonesia. Pengembangan produk dan sentuhan teknologi akan menentukan kelangsungan Cepogo bisa bertahan menghasilkan proses nilai tambah bagi masyarakat perajin di Cepogo.
Agus Susilo
Muda Tama Gallery Copper and Brass Art Handicraft
Wokshop: Tumang, Banaran Cepogo Boyolali Jawa Tengah
Sumber : detik.com