Letaknya yang sangat terpencil, persis di tengah kawasan hutan KPH Perhutani Indramayu, tak menjadi kendala bagi warga Blok Kemantren Desa Cikamurang Kecamatan Trisi Indramayu untuk memperoleh penerangan listrik.
Teknologi pembangkit listrik tenaga surya menjadi pilihan belasan kepala keluarga di wilayah ini, selagi belum adanya listrik PLN. Letaknya yang hampir mencapai 6 Km dari Desa Cikamurang menyebabkan jaringan listrik sulit diperoleh.
Menurut Ny Sutinih (37) warga setempat, sudah puluhan tahun warga berharap adanya jaringan listrik PLN, namun hingga saat ini belum terealisasi juga.
Bagi warga, listrik alternatif ini menjadi pilihan, meski tergolong mahal serta biaya pemeliharaan yang cukup tinggi, namun listrik tenaga surya menjadi satu-satunya pilihan. Namun warga mengeluhkan jika cuaca terus mendung dan tidak ada matahari energi listrik tidak akan kuat hingga semalam.
Warga Blok Kemantren yang sebagian besar adalah petani penggarap kawasan hutan memang tergolong masyarakat dengan penghasilan pas-pasan. Bangunan yang semi permanen dengan bilik bambu terkesan termarginalkan dan terisolir, rumah bambu dengan lantai tanah luput dari program pembangunan desa.
Belasan anak usia sekolah pun terpaksa harus berjalan berkilometer melintasi kawasan hutan jati untuk bisa bersekolah. Maklum di kawasan tersebut belum ada Sekolah Dasar (SD). Srie (9) siswi kelas 3 SDN Cikamurang mengatakan, jika mau sekolah ia harus berangkat jalan kaki sejak pukul 06.00 pagi, agar tidak ketinggalan masuk kelas.
Kondisi ketertinggalan kawasan Indramayu barat, seperti tidak terpeliharanya sejumlah fasilitas umum, menguak isu terkait dengan keinginan kuatnya sebagian warga untuk memisahkan diri dari Kabupaten Indramayu dan mendirikan kabupaten baru kawasan Indramayu barat. Hal itu menjadi sebuah harapan terciptanya pertumbuhkan ekonomi dan pembangunan wilayah Indramayu barat lebih baik. (pelita)
Warga Blok Kemantren yang sebagian besar adalah petani penggarap kawasan hutan memang tergolong masyarakat dengan penghasilan pas-pasan. Bangunan yang semi permanen dengan bilik bambu terkesan termarginalkan dan terisolir, rumah bambu dengan lantai tanah luput dari program pembangunan desa.
Belasan anak usia sekolah pun terpaksa harus berjalan berkilometer melintasi kawasan hutan jati untuk bisa bersekolah. Maklum di kawasan tersebut belum ada Sekolah Dasar (SD). Srie (9) siswi kelas 3 SDN Cikamurang mengatakan, jika mau sekolah ia harus berangkat jalan kaki sejak pukul 06.00 pagi, agar tidak ketinggalan masuk kelas.
Kondisi ketertinggalan kawasan Indramayu barat, seperti tidak terpeliharanya sejumlah fasilitas umum, menguak isu terkait dengan keinginan kuatnya sebagian warga untuk memisahkan diri dari Kabupaten Indramayu dan mendirikan kabupaten baru kawasan Indramayu barat. Hal itu menjadi sebuah harapan terciptanya pertumbuhkan ekonomi dan pembangunan wilayah Indramayu barat lebih baik. (pelita)