Anggota Kelompok : 1)Selbyute Anugerah Putri; 2)Maimun Sakinah; 3)Septia Pristi Rahmah; 4)Fadilla Rahmi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks, tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Kerumitan yang meliputi segala hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi yang bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, risiko ini juga membahayakan pengunjung rumah sakit tersebut.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di rumah sakit 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan sebagainya. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja rumah sakit yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, puncture: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1,9%; infections: 1,3%; dermatitis : 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Departement of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di rumah sakit belum terganbar dengan jelas namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di rumah sakit, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di rumah sakit. Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas rumah sakit, yaitu hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita), serta nyeri tulang belakang dan pergeseran discus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita petugas rumah sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan lain seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.
Oleh karena itu, diperlukan sistem manajemen K3 yang benar-benar jelas, kontinyu, serta konsekuen dengan misi yang diemban, yaitu mengurangi nilai kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, bahkan dapat dieliminasikan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang disebutkan sebelumnya, makalah ini mempunyai batasan-batasan permasalahan yang diangkat, antara lain:
• Pengertian rumah sakit?
• Gambaran umum potensi bahaya di rumah sakit?
• Pengertian sistem manajemen K3 rumah sakit?
• Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja?
• Tujuan keselamatan kerja?
• Pengorganisasian SMK3 di rumah sakit?
• Pelaksanaan SMK3 di rumah sakit?
• Pemantauan dan evaluasi SMK3?
• Pelaksanaan audit SMK3?
• Kritikisasi pedoman pelaksanaan SMK3 yang benar dengan kenyataan di lapangan?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah SIMK3, UU K3, Manajemen Risiko Lingkungan Industri. Selain itu, terdapat beberapa tujuan lain dalam penulisan makalah ini, yaitu:
- Memaparkan pengertian umum rumah sakit.
- Memaparkan potensi bahaya yang terdapat didalamnya.
- Memaparkan pengertian umum sistem manajemen K3 rumah sakit.
- Memaparkan pedoman sistem manajemen K3 yang disesuai dengan peraturan yang dikeluarkan.
- Memaparkan tentang tujuan adanya keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit.
- Memaparkan mengenai sistem pengorganisasian SMK3 di rumah sakit.
- Memaparkan mengenai pelaksanaan SMK3 di rumah sakit.
- Memaparkan proses pemantauan dan evaluasi SMK3.
- Memaparkan mengenai pelaksanaan audit SMK3.
- Mengkritikisasi pedoman pelaksanaan SMK3 yang benar dengan kenyataan di lapangan.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah yang berjudul “SMK3 Di Rumah Sakit”, penulis melakukan studi pustaka, baik dengan menggunakan referensi dari buku bacaan, bahan kuliah yang diberikan oleh dosen, maupun berasal dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Pada makalah ini, tim penulis menjelaskan tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan. Bab berikutnya, tim penulis membahas masalah-masalah yang telah tim rumusan, sesuai dengan apa yang telah tim paparkan dalam subbab sebelumnya.
Bab ketiga merupakan bab penutup dalam makalah ini. Pada bagian ini tim penulis menyimpulkan dari apa yang telah tim penulis bahas . Dan disini tim juga memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan.
ISI
2.1 Pengertian
Dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja d RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai berikut: SMK3 adalah merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang aman, efisien dan produktif.
2.2 Gambaran Umum Risiko Bahaya Di Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.
Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang (Advanced Precaution for Today’s OR).
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit.
2.3 Sistem Manajemen K3 Di Rumah Sakit
Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Manajemen K3 di rumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 di rumah sakit.
Tinjauan umum tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) tidak terlepas dari pembahasan manajemen secara keseluruhan. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja. Sedangkan sistem manajemen merupakan rangkaian proses kegiatan manajemen yang teratur dan integrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja akhir-akhir ini terus berkembang seiring dengan kemajuan sains dan teknologi dalam bidang industri. Keadaan ini merubah pandangan masyarakat industri terhadap pentingnya penerapan K3 secara sungguh-sungguh dalam kegiatannya.
2.4 Tujuan Penerapan SMK3
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Kesehatan kerja menurut Suma’mur didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin setiap keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Menurut WHO / ILO (1995), Kesehatan kerja bertujuan,
1. Untuk peningkatan dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan
2. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan
3. Perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Adapun beberapa hal strategis yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dalam kebijakan keselamatan kerja tersebut, antara lain :
a. Orientasi karyawan, untuk meningkatkan pengetahuan keselamatan kerja karyawan tersebut
b. Penggunaan alat pelindung diri
c. Penataan tempat kerja yang baik dan aman
d. Pertolongan pertama pada kecelakaan, meliputi latihan, kelengkapan peralatan P3K, pertolongan pada kasus luka dan mengatasi perdarahan, pada kasus patah tulang, terkilir, luka bakar, cedera otot dan persendian, kasus cedera mata
e. Pencegahan kebakaran
f. Perizinan, yaitu perizinan untuk kegiatan yang dapat menimbulkan sumber nyala api, perizinan untuk penggalian, untuk kelistrikan.
2.5 Pedoman SMK3
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan)
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 di rumah sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit.
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 rumah sakit, perlu disusun strategi antara lain:
a Advokasi sosialisasi program K3 rumah sakit
b Menetapkan tujuan yang jelas
c Organisasi dan penugasan yang jelas
d Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 rumah sakit pada setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit
e Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif
g Membuat program kerja K3 rumah sakit yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan
h Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala
2. Tahap perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3.
Perencanaan meliputi:
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
• Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
• Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
Penilaian faktor resiko, yaitu proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
Pengendalian faktor risiko, dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
b. Membuat peraturan, yaitu rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
c. Tujuan dan sasaran, yaitu rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART)
d. Indikator kinerja, harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
e. Program kerja, yaitu rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
3. Tahap penerapan atau pelaksanaan
Pelaksanaan K3 harus merupakan bagian dari semua kegiatan operasional. Maka dari itu pekerjaan atau tugas apapun tidak dapat diselesaikan secara efisien kecuali jika si pekerja telah mengikuti setiap tindak pencegahan dan peratuan K3 untuk melindungi dirinya dan kawan kerjanya. Sesuai dengan konsep sebab akibat kecelakaan serta prinsip pencegahan kecelakaan, maka pengelompokan unsur K3 diarahkan kepada pengendalian sebab dan pengurangan akibat terjadinya kecelakaan.
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit.
a. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit,
- Tugas pokok :
• Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3
• Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur
• Membuat program K3 rumah sakit
- Fungsi
• Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3
• Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit
• Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3
• Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
• Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit
• Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan
• Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya
• Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses
b. Struktur organisasi K3 di rumah sakit
Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap.
• Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosokomial
• Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit.
c. Keanggotaan :
• Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi rumah sakit
• Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua.
• Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota
Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit.
• Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang tenaga profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3
d. Mekanisme kerja
• Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit
• Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit.
• Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi.
4. Tahap Pengukuran dan evaluasi
• Pemantauan dan Evaluasi
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
2.2 Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS);
• Pencatatan dan pelaporan K3
• Pencatatan semua kegiatan K3
• Pencatatan dan pelaporan KAK
• Pencatatan dan pelaporan PAK
2.3 Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis)
2.4 Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 :
• Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
• Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan
• Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu.
5. Tahap peninjauan ulang dan peningkatan
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.
Informasi dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah sakit. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.
2.6 Bentuk Kegiatan Penunjang K3
Bentuk kegiatan yang mendukung terselengaranya sistem manajemen K3 agar berjalan dengan benar, meliputi :
a. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS
b. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan
Sedangkan, dalam melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku, dapat dilakukan kegiatan yang diantaranya :
o Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus)
o Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja
o Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat
o Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
o Pengobatan pekerja yang menderita sakit
o Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada
o Melakukan biological monitoring
o Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja
2.7 Dasar Hukum Terkait dengan SMK3
Adapun dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 antara lain,
• UU No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
• Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
• Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
• Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
• Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
• Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.: PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/2001 tentang Pedoman Penanganan Dampak Radiasi
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Rumah Sakit
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya.
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi langkah-langkah sebagai berikut Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan), Tahap perencanaan, Tahap penerapan atau pelaksanaan, Tahap Pengukuran dan evaluasi, Tahap peninjauan ulang dan peningkatan.
Bentuk kegiatan yang mendukung terselengaranya sistem manajemen K3 agar berjalan dengan benar, meliputi penyuluhan K3 ke semua petugas RS, pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan
Adapun dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan Sistem Manajemen K3 antara lain,
UU No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Peraturan Pemerintah nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.: PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1217/Menkes/SK/IX/2001 tentang Pedoman Penanganan Dampak Radiasi
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1335/Menkes/SK/X/2002 tentang Standar Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
DAFTAR PUSTAKA
http: //www.scribd.com/doc/17348984/Pedoman-Penyelenggaraan-K3-RS
depkes.go.id
http://xa.yimg.com/kq/groups/1051902/593954642/name/K3+RS_HANIFA.pdf
__.2003.Bunga Rampai Hyperkes dan KK.Universitas Diponegoro: Semarang
P.K, Sumakmur.1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung: Jakarta
sumber: http://ariagusti.wordpress.com/2010/11/04/makalah-kelompok-5-smk3-rumah-sakit/